Dialog Antara Mata dan Hati
Mata
adalah penuntun dan hati adalah pendorong dan penuntut. Mata memiliki
kenikmatan pandangan dan hati memiliki kenikmatan pencapaian. Dalam
dunia nafsu keduanya merupakan sekutu yang mesra; dan jika terpuruk ke
dalam kesulitan dan keduanya bersekutu dalam cobaan; maka masing-masing
akan mencela dan mencaci yang lain.
Hati Berkata kepada Mata
Hati berkata kepada mata, “Kaulah yang telah menyeretku kepada
kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa
saat saja. Kau lemparkan kerlingan matamu ke taman itu, kau mencari
kesembuhan dari kebun yang tidak sehat, kau salahkan firman Allah,
‘Hendaklah mereka menahan pandangannya’, kau salahkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
النَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومَةٌ
فَمَنْ تَرَكَهَا مِنْ خَوْفِ اللَّهِ أَثَابَهُ جَلَّ وَعَزَّ إِيمَانًا
يَجِدُ حَلَاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ
“Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah
iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah Azza wa
Jalla, maka Allah akan memberi balasan iman kepadanya yang akan didapati
kelezatannya di dalam hatinya.” (HR. Ahmad)
Umar bin Syabbata berkata, “Kami diberitahu Ahmad bin Abdullah bin
Yunus, kami diberitahu Anbasah bin Abdurrahman Al-Qurasyi, kami
diberitahu Abul-Hasan Al-Madany, kami diberitahu Ali bin Abu Thalib
Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘slaihi wa sallam bersabda, “Pandangan
laki-laki terhadap keelokan wanita adalah panah dari berbagai macam
panah iblis yang beracun. Barangsiapa menghindar dari panah itu, maka
Allah akan menggantinya dengan ibadah yang membuatnya dia senang.”
Lalu adakah orang yang lebih tercela daripada orang yang terkena
panah beracun? Apakah engkau tidak tahu bahwa tidak ada yang lebih
berbahaya bagi manusia selain dari mata dan lidah? Tidak ada kerusakan
yang lebih banyak selain daripada kerusakan yang diakibatkan mata dan
lidah. Berapa banyak kebinasaan yang disebabkan mata dan lidah?
Barangsiapa ingin hidup bahagia dan terpuji, maka hendaklah dia menahan
ujung pandangan matanya dan lidahnya, agar selamat dari bahaya, karena
mata menyimpan kelebihan pandangan dan lidah menyimpan kelebihan bicara.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa
dua mata itu bisa berzina. Keduanya merupakan permulaan zina kemaluan,
penuntun dan pendorongnya. Beliau pernah ditanya tentang pandangan
secara tiba-tiba. Maka beliau memerintahkan orang yang bertanya itu
untuk mengalihkan pandangannya. Beliau memberi petunjuk kepada yang
bermanfaat baginya dan menghindari apa yang mendatangkan mudharat
(bahaya) baginya. Beliau juga bersabda kepada Ali bin Abu Thalib, “Janganlah engkau susuli pandangan dengan pandangan lagi.”
Inilah perkataan para ulama, “Siapa yang mengumbar pandangannya akan
menuai akibatnya. Siapa yang berlama-lama memandang, penyesalannya juga
akan terus berkelanjutan, hilang waktunya dan berkerpanjangan
deritanya.”
Seorang penyair berkata,
Mata yang beradu mata dalam pandangan
adalah jalan kerusakan ke dalam hati
beberapa saat terjadi peperangan
hingga berlumuran darah dan mati
Penyair lain berkata,
Wahai kedua mata, kau nikmati pandangan
lalu kau susupkan kepahitan ke dalam hati
jangan lagi kau ganggu hati ini
berbuat lalim dengan sekali tebasan
Sanggahan Mata terhadap Hati
Mata berkata, “Kau zhalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan
dosaku lahir batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan
penuntun yang menunjukkan jalan kepadamu.”
“Engkau adalah raja yang ditaati. Sedangkan kami hanyalah rakyat dan
pengikut. Untuk memenuhi kebutuhanmu, kau naikkan aku ke atas kuda bi
nal, disertai ancaman dan peringatan. Jika kau suruh aku untuk menutup
pintuku dan menjulurkan hijabku, dengan senang hati akan kuturuti
mpin manusia dan hakim yang adil. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah membuat keputusan bagi diriku dengan bersabda,
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ
صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا
وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia
baik, maka baik pula seluruh tubuhnya, dan jika ia rusak, maka rusak
pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal darah itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Hati adalah raja
dan seluruh anggota tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik, baik
pula pasukannya. Jika rajanya buruk, maka buruk pula pasukannya.” Jika
engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya para
pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu, dan kebaikan mereka adalah
karena kebaikanmu. Jika engkau rusak, rusak pula para pengikutmu. Lalu
engkau lemparkan kesalahanmu kepada mata yang tak berdaya. Sumber
bencana yang menimpamu ialah karena engkau tidak memiliki cinta kepada
Allah, tidak menyukai dzikir kepada-Nya, tidak menyukai firman, asma’
dan sifat-Nya. Engkau beralih kepada yang lain dan berpaling dari-Nya.
Engkau berganti mencintai selain-Nya. Padahal engkau telah mendengar
kisah pengingkaran Allah terhadap Bani Israil, karena mereka mengganti
makanan yang ada dengan makanan lain yang justru lebih hina. Maka Allah
mencela mereka.
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ
“Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (Qs Al-Baqarah: 61)
Bagaimana keadaan pengganti cinta kepada Pencipta, Pelindung, dan
yang menangani urusannya, yang tidak memiliki keberuntungan, kenikmatan
dan kesenangan? Bandingkanlah Allah dengan sesuatu yang engkau jadikan
pengganti-Nya dan pengganti cinta kepada-Nya. Apakah engkau ridha berada
di jamban, sementara orang-orang yang mencintai Allah berada di ‘Arsy?
Jika engkau menghadapkan diri kepada Allah dan berpaling dari
selain-Nya, tentu engkau akan melihat berbagai macam keajaiban, engkau
aman dari bencana dan kerusakan. Tentunya engkau sudah tahu bahwa Dia
mengkhususkan keberuntungan dan kenikmatan kepada orang yang
mendatangi-Nya dengan hati yang bersih atau bersih dari kemusyrikan yang
di dalamnya tidak ada cinta kepada selain-Nya dan hanya mengikuti
ridha-Nya.
Mata berkata, “Antara dosaku dan dosamu di tengah manusia seperti antar kebutaanku dan kebutaanmu dalam membuat analog.”
Allah telah berfirman tentang orang yang mengalami krisis,
فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46)
Limpa Ikut Bicara
Tatkala mendengar dialog antara hati dan mata serta perdebatan mereka
berdua, maka limpa berkata, “Kalian berdua saling bahu-membahu untuk
mengahancurkan dan membunuhku. Ada orang yang telah menggambarkan
perdebatan kalian ini,
Mata menganggap hati menimpakan derita
hatilah yang telah memaksakan kehendaknya
namun tubuh menjadi saksi atas kedustaan mata
bencana hati memang berasal dari mata
andaikata tidak mata tak kan ada derita
hati tak kan terkapar menjadi korbannya
limpa merana sebagai korban yang teraniaya
karena hati dan mata tidak tunduk kepada Pencipta
Penyair lain berkata,
Kulemparkan cacian kepada hati
karena kulihat badanku kurus kering
hati mengikuti apa yang diinginkan mata
dengan berkata, ’Engkaulah sang duta’
mata berkata kepada hati,
‘Justru engkaulah yang menjadi penunjuk jalan’
Limpa berkata, ‘Hentikan perdebatan ini’
Kalian biarkan diriku sebagai korban
Limpa berkata lagi, “Saya akan menjadi pembuat keputusan di antara
kalian berdua (mata dan hati). Kalian berdua bahu-membahu dalam bencana,
begitu pula dalam kenikmatan dan kesenangan. Mata menyerap kesenangan
dan hati bernafsu serta selalu berangan-angan. Oleh karena itu seorang
penyair berkata tentang kalian berdua,
Ada rona kegembiraan tatkala cinta menghilang
keselamatan atas kalian wahai mata dan hati
aku tidak lagi berjaga pada malam hari
bebas dari kesepian dan penederitaan
kita semua layak mendapatkan kebahagiaan
jika kembali tiada lagi canda dan tawa
Limpa berkata lagi, “Jika engkau tidak mendapat uluran pertolongan
yang bisa merubah hati dan pandangan, maka jangan harap akan ada
ketenangan di hati.” Seorang penyair berkata,
Aku tak tahu mengapa kucerca cinta
ataukah matamu yang tercemar ataukah hati
mengapa kucerca hati yang bisa melihat
hatilah yang berdosa jika kucerca mata
mata dan hatiku membagi-bagi darahku
ya Rabbi tolonglah mata dan hatiku
Limpa berkata lagi, “Jika engkau mengguyur hati dengan air cinta dari
gelas-gelasmu, berarti engkau menyalakan api kerinduan kepadanya, lalu
engkau membumbung naik bersama uap kemudian jatuh. Engkau yang pertama
kali meminum dan engkau pula yang pertama kali merasakan panasnya.
Hakim yang membuat keputusan di antara kalian berdua adalah yang
menetapkan antara ruh dan jasad, jika keduanya saling berselisih.
Dikatakan dalam sebuah atsar yang masyhur, “Pertentangan di
antara makhluk senantiasa ada hingga hari kiamat tiba, hingga ruh dan
jasad saling bertentangan. Jasad berkata kepada ruh, ‘Engkaulah yang
menggerakkan aku, menyuruh dan membalikkan aku. Jika tidak begitu, tentu
aku tidak akan bergerak dan berbuat seperti itu.’ Ruh berkata kepada
jasad, ‘Engkaulah yang makan, minum, bergembira dan merasakan kenikmatan
maka engkaulah yang layak mendapat siksaan.’ Lalu Allah mengirim
seorang malaikat kepada keduanya untuk memutuskan perkara mereka, seraya
berkata, ‘Perumpamaan kalian berdua adalah seperti orang melihat yang
hanya bisa duduk dan orang buta yang hanya bisa berjalan. Keduanya
memasuki sebuah kebun. Orang yang bisa melihat berkata kepada orang yang
buta, “Di kebun ini saya melihat ada buahnya, tetapi saya tidak bisa
berdiri.”
Orang buta berkata, “Saya bisa berdiri tetapi tidak bisa melihat sesuatu pun.”
Orang yang bisa melihat berkata, “Panggullah aku lalu berjalanlah, agar aku bisa memetiknya.”
Lalu siapakah yang harus menanggung beban? Kedua-duanya yang menanggung beban. Begitulah gambaran keadaan mata dan hati.
***
Muslimah.Or.Id
Disalin ulang dari buku Taman-taman Orang Jatuh Cinta dan Memendan Rindu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah cetakan Darul Falah 1427 H
Muslimah.Or.Id
Disalin ulang dari buku Taman-taman Orang Jatuh Cinta dan Memendan Rindu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah cetakan Darul Falah 1427 H
0 Komentar