Pada tahun ke-9 Hijriyah, Ashim bin Amru masuk Islam bersama keluarga
besarnya, Banu Tamim. Saat itu terjadi tepat setelah Perang Tabuk,
operasi militer terakhir yang dipimpin oleh Rasulullah Saw. Karena
sempat bertemu Rasulullah Saw, Ashim bin Amru mendapat kehormatan
menjadi seorang sahabat Nabi Saw. Ashim merupakan sahabat yang cerdas,
memiliki iman yang kuat dan jiwa yang bersih, ia jujur dalam perkataan
dan perbuatan. Sifat-sifat inilah yang membuatnya mampu menjadi panglima
tangguh.
Setelah ikut melumpuhkan perlawanan orang-orang
murtad, Ashim bin Amru meneruskan perjuangannya di medan perang. Ia
pernah diberi tugas khusus oleh Panglima Khalid bin Walid. Dalam Perang
Madzar, Ashim berhasil mengalahkan seorang jenderal Persia.
Pada Pertempuran Jembatan, dimana banyak Kaum Muslimin yang gugur,
Ashim berhasil menyambung jembatan agar pasukan Kaum Msulimin bisa
bergerak mundur. Ia bersama Al-Musanna baru meyebrang setelah semua
prajurit berhasil mundur. Namun kekalahan di Perang Jembatan ditebus
kemenangan gemilang di perang Buwaib. Di Perang ini, Ashim memimpin
pasukan yang melakukan serangan pembukaan. Dalam peperangan brutal itu,
seorang tentara muslim bisa membunuh sepuluh orang pasukan Persia.
Dalam Perang di Madain, ibu kota Persia, panglima Sa'ad bin Abi Waqqash
memilih Ashim untuk memimpin 600 orang bani Tamim yang ditugaskan
menjadi pesukan khusus pembuka serangan. Ashim memimpin 60 orang terjun
ke Sungai Tigris dengan menunggang kuda. Pasukan lawan pun terjun ke
sungai untuk menghadang, namun Ashim dan pasukannya berhasil menang
dengan memanahi mata setiap lawan .
Sajistan adalah satu daerah
terakhir Persia yang ditaklukan. Ashim bin Amru mengepung benteng musuh
si Zirinj, pertahanan terakhir Sajistan, sampai ia meraih kemenangan.
0 Komentar