Jawa Timur merupakan sebuah daerah yang mempunyai arti tersendiri dalam sejarah kuno bangsa Indonesia. Disanalah terdapat peninggalan-peninggalan kuno dan penting dari peradaban bangsa Indonesia kuno. Disanalah berdiri kerajaan besar yaitu Majapahit yang meninggalkan begitu banyak warisan yang adiluhung. Selain Majapahit, disanalah tempat berdirinya kerajaan-kerajaan besar bercorak Hindu-Budha. Berbagai warisan unsur dari aliran agama Hindu-Budha seperti Tantrayana, dapat kita temui disana. Sangatlah menarik jika kita mencoba menguak misteri kehidupan masa lalu dengan berlandaskan disiplin ilmu pengetahuan kita dan peninggalan-peninggalan yang ada. Dan Jawa Timur merupakan sebuah sebuah tempat yang tepat bagi kita untuk keperluan itu. Disanalah pernah tumbuh dan berkembang kerajaan-kerajaan besar yang ikut menentukan arah perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Namun, secara keseluruhan Jawa Timur memang sebuah tempat yangn tepat bagi para sejarawan dan ahli purbakala untuk melakukan penelitian karena Jawa Timur menyimpan begitu banyak benda-benda bersejarah dan situs-situs yang tak ternilai harganya . Salah satu warisannya adalah Candi Tikus.
Candi Tikus merupakan pertirtaan, yang terbuat dari batu merah, kecuali pancuran-pancuran terbuat dari batu andesit. Dan bangunan kurang lebih 3,50 m dibawah permukaan tanah, bentuknya bujur sangkar dengan ukuran 22,5 m x 22,5 m. Dinamakan Candi Tikus karena pada tahun 1914 di daerah Temon sedang diserang hama tikus, sehingga penduduk mengalami hambatan dan gagal panen. Kemudian masyarakat bermusyawarah bagaimana mengatasi hama tikus itu. Lalu masyarakat mufakat mengadakan pegejaran dan penggalian sarang tikis secara masal. Sehingga setiap sarang yang akan digali, ternyta dalam penggalian terdapat slah satu temuan terminatur candi, yang pada waktu itu lokasi ini merupakan gundukan tanah dan tempat makam rakyat setempat.
Kemudian temuan terminatur candi dilaporkan kepada bupati mojokerto yang bernama R. A. Kromodjojo Adinegoro. Atas ijin dinas purbakala yang pada waktu itu bernama Oudheldkundige Dients. Penggalian menampakan seluruh bangunan selesai pada tahun 1916, yang pendiriannya diperkirakan pada abad VIII sampai XIV. Namun, mengenai fungsi candi belum diketahui secara pasti, dengan melihat bentuknya merupakan sebuah pemandian suci. Susunan candinya melambangkan gunung mahameru tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran yang terdapat di sepanjang kaki candi.
A. LETAK DAN KONDISI GEOGRAFIS CANDI TIKUS
Candi Tikus terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi Tikus merupakan bagunan pertirtaan. Hal ini terlihat dari adanya miniatur candi di tengah bangunanya yang melambangkan Gunung Mahameru tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran/ jaladwara yang terdapat disepanjang kaki candi. Secara garis besar bangunan Petirtaan Tikus terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut, antara lain:
1. Bangunan Induk
2. Kolam
3. Dinding Teras
4. Tangga Utama
5. Lantai Dasar
6. Pagar Tembok Luar
B. ARTI FILOSOFIS BAGIAN BANGUNAN PETIRTAAN TIKUS
Trowulan merupakan salah satu situs yang banyak dikaji oleh para sejarawan dan arkeolog. Penelitian itu menghasilkan rekonstruksi tata kota Majapahit. Salah satu dasar yang rupanya digunakan dalam menentukan tata ruang dan letak bangunan di Majapahit dan di Jawa pada waktu itu adalah orientasi pada alam sekitarnya seperti gunung, dataran, dan laut. Gunung disimbolkan sebagai tempat suci. Bangunan air di kota Majapahit juga sudah tertata. Pengairan atau irigasi yang teratur sudah dikenal di Majapahit. Hal ini dapat dilihat dari bangunan-bangunan tadah air, dan petirtaan, seperti kolam Segaran, Petirtaan Tikus, dan sisa peninggalan-peninggalan saluran air.
Petirtaan Tikus terletak di Dusun Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Bangunan petirtaan didominasi oleh batu bata merah, sedangkan batu andesit digunakan untuk jaladwara (pancuran air). Pada dinding luar masing-masing kolam, berjajar tiga buah pancuran berbentuk padma (teratai) yang terbuat dari batu andesit. Seluruh pancuran dahulu mendapatkan air melalui saluran yang terdapat di bagian selatan, yaitu belakang candi induk, sementara saluran pembuangan terletak di lantai dasar.
Bangunan induk terletak di bagian tengah, kakinya menempel pada teras bawah dinding selatan dengan struktur bangunan induk terdiri dari kaki, tubuh dan atap. Kaki candi berbentuk sebuah bangunan persegi empat dengan ukuran panjang 7,75 m, lebar 7,65 m dan tinggi 1,5 m. Bangunan ini dianggap sebagai bangunan utama dari Petirtaan Tikus. Di atas bangunan ini terdapat sebuah menara berukuran 1X1,04 m berbentuk Meru dengan pucak datar. Menara bagian tengah ini dikelilingi oleh 8 menara sejenis dengan ukuran yang lebih kecil. Puncak menara-menara itu telah hilang sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti bentuk awalnnya. Di sekeliling dinding kaki bangunan, berjajar 17 pancuran berbentuk bunga teratai dan makara.
Susunan menara yang demikian menarik perhatian seorang Belanda yang bernama A.J Bernet Kempers. A.J Bernet Kempers mengaitkan bentuk menara dengan konsepsi religi yang terdapat dalam bukunya yang berjudul Ancient Indonesia Art. Orang inilah yang banyak berjasa dalam menyikap masa pengaruh agama Hindu-Budha di Indonesia lewat kajian candi-candi. Sejarawan inilah yang mengatakan bahwa Petirtaan Tikus merupakan replika dari gunung Meru.
Arsitektur bangunannya melambangkan kesucian Gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan Hindu, Gunung Mahameru merupakan tempat sumber Tirta Amerta (air kehidupan) yang dipercaya mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan. Sehingga air yang mengalir di Petirtaan Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru.
Selain itu, Petirtaan Tikus yang dianggap sebagai replika Gunung Meru yang merupakan gunung suci sebagai pusat alam semesta yang mempunyai suatu landasan kosmogoni yaitu kepercayaan yang mengharuskan adanya keserasian antara dunia (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos). Berdasarkan landasan kosmogoni tersebut, maka setiap air yang keluar dari bangunan induk ini dipercaya sebagai air suci (amerta). Dalam konsepsi Hindu, alam semesta ini terdiri atas suatu benua pusat yang bernama Jambudwipa yang dikelilingi oleh tujuh lautan dan tujuh daratan dan semuanya dibatasi oleh suatu pegunungan tinggi.
C. PROSES PENEMUAN DAN PEMUGARAN
Petirtaan Tikus diresmikan pada tanggal 21 September 1989 oleh Dirjenbud Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Pada awalnya petirtaan ini ditemukan secara tidak sengaja, hal ini terlihat dari niat awal para petani desa disekitarnya untuk memusnahkan hama tikus yang menyebabkan kegagalan panen. Melihat seringnya tikus keluar masuk dari sebuah gundukan tanah, secara masal masyarakat melakukan penggalian terhadap gundukan tanah tersebut. Setelah dibongkar ternyata masyarakat mendapati sebuah meniatur candi yang terbuat dari bahan bata merah dengan denah persegi empat. Hal tersebut kemudian dilaporkan kepada Bupati Mojokerto yang bernama R.A.A Kromodjojo Adinegoro. Berdasarkan latar belakang penemuan tersebut, kemudian masyarakat lebih mengenal situs petirtaan tersebut dengan nama Petirtaan Tikus.
Petirtaan Tikus mengalami pemugaran pertama kali pada masa Hindia-Belanda dan dilakukan pemugaran oleh Pemerintah Indonesia melalui Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Bekas Kota Majapahit pada tahun 1984/1985-1988/1989. Dalam pemugaran ini berhasil disikap sisi tenggara bangunan Petirtaan Tikus. Dalam pemugaran ini pemerintah juga memperluas areal tanah, sehingga halaman desekitar petirtaan semakin luas.
Tidak adanya sumber sejarah tertulis yang menjelaskan keberadaan Petirtaan Tikus bukan berarti tidak diperoleh sumber informasi mengenai pembangunan petirtaan ini. Berdasarkan kajian arsitektural, diperoleh gambaran yang dapat ditujukan guna mencari dan menentukan saat dibangunnya petirtaan ini. Air ini dianggap sebagai air suci Amarta sumber segala kehidupan.
Sumber :
- http://pendidikan4sejarah.blogspot.com
0 Komentar